KETEKUNAN AYUB
Hari ini, kita akan membaca Yak.5.11 bersama-sama yakni mengenai ketekunan Ayub. Di sini, kita dapat melihat bahwa Yakobus dengan khusus menyebut Ayub sebagai teladan bagi kita untuk mempelajari ketekunan. Di dalam dua studi yang terakhir tentang kitab Yakobus, kita telah berbicara mengenai pentinganya ketekunan. Kita telah berbicara mengenai bagaimana di akhir zaman, kita harus bertahan dan tidak mengizinkan kedurjanaan menguasai hati kita, terutamanya oleh godaan duniawi dan kekayaan. Di pesan yang lalu, kita berbicara mengenai ketekunan para nabi. Allah menginginkan setiap orang Kristen untuk dapat menjadi nabi-Nya untuk memberitakan pesan pertobatan di dalam nama Yesus di hari-hari terakhir ini. Memberitakan kebenaran di dalam nama Yesus, kita akan diperhadapkan dengan banyak penolakan dan penderitaan. Bagaimanapun, kita harus selalu bertahan sama seperti para nabi, melakukan tugas-tugas yang telah Allah percayakan pada kita dengan setia.
Mengapa
rasul Yakobus tiba-tiba mau kita meniru ketekunan Ayub di ayat 11? Apa yang
harus ditekuni oleh Ayub? Saya perhatikan bahwa di ayat 11, Yakobus menggunakan
kata Yunani yang lain untuk mengambarkan ketekunan. Kata yang dipakai mirip
dengan yang dipakai di ayat 7-8. Kata itu juga muncul sebelumnya di Yak.1.3, 4
dan 12. Kata-kata ini semuanya berbicara mengenai godaan berkaitan dengan
kelangsungan iman. Pokok ini membuat kita dapat melihat bahwa ketekunan yang
dibutuhkan oleh Ayub adalah dalam hal pencobaan terhadap iman. Di dalam
kesimpulan suratnya, Yakobus sekali lagi kembali kepada topik pencobaan iman.
Dia telah sekali lagi memperingatkan bahwa saat berhadapan dengan pencobaan
iman, kita harus ingat bagaimana Ayub bertahan dan bertekun di dalam
pencobaan-pencobaan kita sampai dia dapat pada akhirnya menerima berkat-berkat
dari Allah.
Seperti yang Petrus katakan di
1 Pet. 4.12, “Saudara-saudara yang terkasih, janganlah kamu heran akan nyala
api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang
aneh terjadi atas kamu”. Pencobaan iman yang sedemikian adalah hal-hal yang
tidak kita pahami, tapi ia tiba-tiba menimpa kita seperti yang terjadi kepada
Ayub. Kejadian-kejadian demikian tidak dapat kita pahami dan jelaskan. Saya
pernah mengenal seorang saudara yang berimigrasi dari Shanghai ke Amerika. Dia
tidak mendapatkan pekerjaan bahkan
setelah pindah ke Amerika dan hidupnya menjadi sangat tidak terurus. Setelah
itu dia menjadi Kristen, dan tidak lama setelah itu, istrinya berselingkuh dan
lari mengikut seorang pria Amerika. Dia ditinggalkan bersama anaknya yang
berusia tiga tahun. Saat ia sedang terpuruk, anaknya ditabrak seorang
pengendara mobil yang juga seorang Kristen di parkiran gereja dan anak itu
akhirnya mati setelah diantar ke rumah sakit. Anda dapat membayangkan betapa
sedihnya saudara ini. Dia berkonsultasi ke pendeta-pendeta di berbagai gereja,
menanyakan mengapa hal yang demikian terjadi pada anak yang begitu dikasihinya.
Namun, tidak seorangpun yang dapat memberinya jawaban. Saya sendiri tidak dapat
memberinya jawaban. Pengalamannya membuat saya memikirkan tentang pengalaman
Ayub. Itu adalah pencobaan iman. Hanya Allah yang tahu tujuannya. Namun, ada
satu hal yang sangat penting. Rasul Yakobus memberitahu kita bahwa ketekunan
Ayub membawa dia untuk pada akhirnya menyadari bahwa Allah itu penuh belas
kasihan dan kasih karunia.
Pencobaan seperti apa yang
dialami oleh Ayub? Mari kita membaca Ayub 1.6-12. Di sini, kita membaca Iblis
berbicara keapda Allah bahwa imannya Ayub dibangun di atas kekayaan yang telah
Allah berikan kepadanya. Jika Allah mengambil semua warisannya, Ayub tidak akan
lagi percaya pada Alah. Karena itu, Allah mengizinkan Ayub untuk menghadapi
ujiannya yang pertama dari Iblis yaitu mengambil semua warisannya, anak-anaknya
dan kekayaannya dalam sekelip mata. Namun, Ayub tidak meninggalkan Allah karena
semua itu. Di akhir pasal 1, Kitab Suci memberitahu kita bahwa Ayub memuliakan
Allah untuk semua yang dialaminya itu, jadi hal itu membuktikan bahwa iman Ayub
terhadap Allah tidak didasarkan pada hal-hal materi.
Mari kita membaca Ayub 2.1-6.
Di sini kita melihat bahwa Iblis berkata kepada Allah bahwa Ayub mengasihi
hidupnya sendiri lebih dari kesetiaannya kepada Allah. Karena itu, Allah
mengizinkan Iblis untuk menimpakan penderitaan ke atas tubuh jasmani Ayub di
mana sekujur tubuhnya dipenuhi oleh borok. Namun, Ayub tidak meninggalkan Allah
karena penderitaan-penderitaannya itu.
Pencobaan-pencobaan ke atas
iman Ayub berlangsung untuk suatu periode waktu. Namun, Ayub pada akhirnya
mengalahkan semuanya dan memelihara imannya terhadap Allah. Di dalam ujian iman
ini, pelajaran apa yang mau Allah ajarkan pada Ayub? Mari kita membaca dari
Ayub 42.1-6. Ayub menyatakan sesuatu yang sangat aneh di sana dan ia
mengungkapkan pertobatannya terhadap Allah. Ayub bertobat dari hal apa? Di
dalam mata kita, dia sangat benar dan orangnya hampir tanpa bercela. Ayub
bertobat di hadapan Allah dalam hal apa? Setelah membaca buku Ayub, beberapa
orang merasakan bahwa Allahlah yang telah menganiaya Ayub dan Allah kelewatan
dalam menangani Ayub dalam cara itu. Seharusnya Allahlah yang meminta maaf
kepada Ayub, tetapi mengapa Ayub yang harus bertobat?
Mari kita lihat di Ayub 42.5.
Ayub berkata bahwa dia mendengar tentang Allah di waktu lampau, tapi sekarang
ia benar-benar melihat Allah. Apa yang dimaksudkan olehnya? Itu berarti
pengenalan Ayub akan Allah telah mengalami suatu terobosan sebagai akibat dari
ujian iman ini. Pengenalannya akan Allah telah bergerak dari “mendengar” kepada
“melihat” dan imannya pada Allah telah menuju tingkat yang lebih tinggi. Justru
kaena hubungannya dengan Allah telah diperdalam, ia mempunyai pemahaman yang
lebih mendalam akan dosa-dosanya yang membuatnya mengungkapkan pertobatannya
terhadap Allah.
Apa dampak yang muncul dari
ujian iman? Dampaknya adalah ia membuat hubungan kita dengan Allah semakin
mendalam. Setelah mengalami pencobaan-pencobaan, Ayub menjadi sahabat Allah
seperti Abraham. Ingat bagaimana Yak. 2.23 berbicara mengenai iman Abraham,
ayat itu memberitahu kita bahwa Abraham adalah sahabatnya Allah. Allah mau
setiap dari kita menjadi sahabatnya namun karena ketidak-kudusan kita, hubungan
kita dengan Allah hanya dapat berhenti di tahap yang sangat dangkal. Itulah
yang membuat kita tidak dapat melihat dosa-dosa dan ketidak-kudusan kita, Dia
mengizinkan kita mengalami pencobaan iman yang dapat diibaratkan sebagai
melewati api, proses yang membuat kita lebih bersih, lebih murni dan yang
menuntun kita pada hubungan yang lebih mendalam dengan Allah, supaya kita dapat
menjadi sahabat Allah.
Yang terakhir, saya mau
menanyakan suatu pertanyaan: mengapa Anda mau percaya pada Allah? Apakah karena
Anda mau mendapatkan manfaat dan berkat dari Allah dan bukannya mau menjadi
sahabat karibNya? Jika demikian, Allah bagi Anda tidak ada bedanya dengan ilah
yang lain. Jika kita tidak melihat bahwa Allah menyelamatkan kita dengan alasan
untuk menjadikan sahabatNya, sama sekali tidak ada artinya menjadi seorang
Kristen. Jika hati Anda terfokus pada mencari Allah, mengasihiNya dengan
segenap hati dan pikiran dan menjadi sahabatNya, maka Anda berada di jalur iman
yang benar. Bagaimanapun, Anda harus mempersiapkan hati dan pikiran untuk
pencobaan-pencobaan iman. Saat Anda menghadapi pencobaan-pencobaan, janganlah
melupakan teladan Ayub. Rasul Yakobus memberitahu kita orang yang demikian akan
diberkati.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment